Faktor Tempat Bernegoisasi
MINTA DILAMAR
Faktor Tempat Bernegoisasi
Faktor Tempat Bernegoisasi
Ada seorang pemain sepakbola berposisi sayap kiri (winger) bernama FERDINAND SINAGA. Milik klub Pelita Jaya, tapi musim lalu dipinjamkan ke PPSM Magelang. Saya suka gaya main dia yang licin bagai belut dan cepat.
Saat awal musim lalu dia mengikuti turnamen sepakbola yang saya gelar di Semarang, yaitu Piala KAMPOENG SEMAWIS, saya sempat katakan pada dia; Musim depan kamu gabung PSIS Semarang ya?? Dia menjawab; Gak janji deh boss .... Ooh, gak mau janji ternyata. Sayapun gigit jari.
Eh, tak disangka malam ini usai Brazil keok ditangan Kompeni, Ferdinand menghubungiku dan menanyakan apakah masih meminati dia? Kontraknya sudah diputus oleh Pelita Jaya, dan dia ingin segera mendapatkan pekerjaan. Padahal rata rata klub divisi utama di Indonesia saat ini belum melakukan persiapan membentuk tim.
Dia pengin ketemu denganku. Minta difasilitasi ketemu Management PSIS yang sekarang. Saya jawab kalau sedang sibuk mentraining murid murid Perguruan Kungfu Properti, dan baru lega dimalam hari. Tak masalah bos, anytime saya siap ketemu. Dimana kantor bos saya mau datang kesana, begitu jawabnya .. Wow, benar-benar dia minta 'dilamar'.
Percayakah anda bahwa Management PSIS akan berhasil mengontrak dia dengan nilai murah jika bersedia menemui Ferdinand? Sayangnya management belum dibentuk dan tak ada siapapun yang berwenang nego dengan calon pemain.
Apa hubungan cerita diatas dengan bisnis properti yang kita minati??
Saya menganalogikan kondisi ini dengan proses negoisasi antara kita dengan calon Mitra Pemilik Tanah (MPT). Dan boleh percaya boleh tidak, saya berani mengeluarkan statement sbb;
- Saat kita melakukan negoisasi dengan mendatangi kantor atau rumah pemilik tanah, maka sebenarnya kekuatan bargaining kita relatif lemah, karena kondisi tersebut menunjukkan kita yang butuh alias kita sedang 'melamar'. Ada kemungkinan yang dilamar jual mahal.
- Saat kita melakukan di negoisasi ditempat netral, misal di cafe, restoran, atau di lobby hotel, maka kekuatan bargainingnya adalah 'fifty-fifty'. Kedua belah pihak saling menghormati dan menjsajaki.
- Saat pemilik tanah menghubungi kita lebih dahulu dan dengan sukarela menawarkan diri mau datang ke kantor atau ke rumah kita, maka kekuatan bargaining kita diatas angin. Itu adalah bukti bahwa dia sebenarnya 'menunggu lamaran' kita. Hot deal didepan mata. Atau penawaran undervalue yang siap dieksekusi.
Saat awal musim lalu dia mengikuti turnamen sepakbola yang saya gelar di Semarang, yaitu Piala KAMPOENG SEMAWIS, saya sempat katakan pada dia; Musim depan kamu gabung PSIS Semarang ya?? Dia menjawab; Gak janji deh boss .... Ooh, gak mau janji ternyata. Sayapun gigit jari.
Eh, tak disangka malam ini usai Brazil keok ditangan Kompeni, Ferdinand menghubungiku dan menanyakan apakah masih meminati dia? Kontraknya sudah diputus oleh Pelita Jaya, dan dia ingin segera mendapatkan pekerjaan. Padahal rata rata klub divisi utama di Indonesia saat ini belum melakukan persiapan membentuk tim.
Dia pengin ketemu denganku. Minta difasilitasi ketemu Management PSIS yang sekarang. Saya jawab kalau sedang sibuk mentraining murid murid Perguruan Kungfu Properti, dan baru lega dimalam hari. Tak masalah bos, anytime saya siap ketemu. Dimana kantor bos saya mau datang kesana, begitu jawabnya .. Wow, benar-benar dia minta 'dilamar'.
Percayakah anda bahwa Management PSIS akan berhasil mengontrak dia dengan nilai murah jika bersedia menemui Ferdinand? Sayangnya management belum dibentuk dan tak ada siapapun yang berwenang nego dengan calon pemain.
Apa hubungan cerita diatas dengan bisnis properti yang kita minati??
Saya menganalogikan kondisi ini dengan proses negoisasi antara kita dengan calon Mitra Pemilik Tanah (MPT). Dan boleh percaya boleh tidak, saya berani mengeluarkan statement sbb;
- Saat kita melakukan negoisasi dengan mendatangi kantor atau rumah pemilik tanah, maka sebenarnya kekuatan bargaining kita relatif lemah, karena kondisi tersebut menunjukkan kita yang butuh alias kita sedang 'melamar'. Ada kemungkinan yang dilamar jual mahal.
- Saat kita melakukan di negoisasi ditempat netral, misal di cafe, restoran, atau di lobby hotel, maka kekuatan bargainingnya adalah 'fifty-fifty'. Kedua belah pihak saling menghormati dan menjsajaki.
- Saat pemilik tanah menghubungi kita lebih dahulu dan dengan sukarela menawarkan diri mau datang ke kantor atau ke rumah kita, maka kekuatan bargaining kita diatas angin. Itu adalah bukti bahwa dia sebenarnya 'menunggu lamaran' kita. Hot deal didepan mata. Atau penawaran undervalue yang siap dieksekusi.