Hubungan Produk Dan Target Market Properti

JENIS KELAMIN
Hubungan Produk Dan Target Market
Properti


Sisdur standar buat saya sehabis mandi adalah; ketiak diolesi obat ketek, muka diberi krim pelembab, rambut dikasih wetlook, dan leher disemprot parfum.

Tapi pagi itu parfum botol hitam pekat kesukaan saya habis. Makanya iseng-iseng saya memakai parfum milik anak perempuan saya yang kelas 2 SMP. Entah merk nya apa, saya asal semprot saja.

Acara pertama pagi itu ke bank, menemui CS yang kebetulan mantan adik kelas SMA dulu. Entah kenapa CS itu saat sedang melayani saya kok malah senyum senyum.

Mas, pakai parfum apa sih? Sepertinya ini parfum buat cewek deh. Aromanya jasmine, aroma feminim. Masak ada mahkluk berkumis parfumnya feminim ..

Saya tersenyum kecut. Baru sadar, parfum ternyata punya jenis kelamin. Saya pikir asal harum saja, biar gak bau keringat, hehe .....

Yup, sekarang kita bicara soal bisnis properti. Berkali kali saya mengupas soal SEGMENTASI dan TARGETING. Itu adalah hal yang penting. Produk yang kita bangun bukan produk asal asalan. Mesti produksi secara khusus untuk menyasar target market yang khusus.

Teman saya di Bekasi sedang dalam tahapan perencanaan membangun sebuah perumahan yang bersebelahan persis dengan RSH (rumah sederhana sehat). Dia punya target market yang secara psikografis didefinisikan; "Mereka yang pengin naik kelas, dari lingkungan RSH ke lingkungan semi real estate". Konsep yang bagus.

Saya bertanya; Apa aplikasinya secara riil didalam produk?

Dia menyebutkan;
- Jalan lingkungan di RSH cuma lebar 6 m, di perumahan ini lebar 7 atau 8 m.
- Jalan lingkungan di RSH memakai aspal penetrasi berkualitas rendah, sedangkan di perumahan ini memakai paving K200.
- Bangunan di RSH memakai batako, sedangkan di perumahan ini memakai bata merah.

Wow, aplikasi yang keren. Sesuai dengan target market yang disasar, yaitu mereka yang ingin 'naik kelas'. Artinya produk dibuat sesuai dengan target yang disasar.

Kemudian saya bertanya;
Type berapa yang dipasarkan?

Teman saya menjawab T-30 dan T-38, tapi dengan harga borongan bangunan 1,5 juta/m2 sehingga kualitas bangunanya dijamin diatas kelas RSH. Dia tidak mau type yang lebih besar, karena jika harga jualnya kemahalan dikuatirkan tidak terjangkau.

Saya sepakat dengan dia. Tapi mendengar T-30 dan T-38, langsung terbayang rumah 2 kamar saja. Padahal di rumah T-21 RSH, hampir sebagian besar sudah menambah 1 kamar lagi dibelakang. Jadi definisi naik kelas hanya diperoleh secara kualitas lingkungan dan bangunan saja.

Kemudian saya memberi usulan agar dia mengalokasikan sekitar 10% dari rencana jumlah kavling yang ada agar dibuat lebar 8. Kemudian diatasnya dibangun rumah ukuran T-65 yang memiliki 3 kamar, tapi spec nya tetap batako ala RS+ yang harga borongannya max 1 juta/m2.

Jadi definisi 'naik kelas' disini bukan secara kualitas bangunan, tapi lebih kearah jumlah kamar. Naik kelas dari rumah 2 kamar menjadi 3 kamar. Mungkin saja anaknya sudah beranjak besar dan minta kamar terpisah.

Yoi, ide bagus pren, kata teman saya menanggapi usulan tadi. Berarti definisi 'naik kelas' yang disasar menjadi lebih banyak variannya. Mulai dari kualitas bangunan, kualitas lingkungan, sampai dengan jumlah kamar serta luasan tanah lebih besar.

Pelajaran yang bisa dipetik;
SEBUAH PRODUK HARUS DIBUAT SESUAI DENGAN TARGET MARKETNYA.

Populer

Efisiensi Biaya Cut and Fill

Budget Pembuatan Kolam Renang

Merintis Bisnis Properti Sebagai Pengembang

Melakukan Probing dalam Penjualan Properti

Menerapkan Ilmu Marketing Perumahan

Mitra Pemilik Tanah

4 Tahapan Siklus Hidup Produk

Berbagi Urusan Ijin

Buatlah PT Kosong

Memanfaatkan Momentum Lebaran